Selasa, 18 Oktober 2011

Radio dari Masa ke Masa


SIAPA tak kenal radio? Saya yakin tidak ada orang di dunia ini yang tidak kenal dengan alat komunikasi yang banyak diklaim oleh sejumlah penemu ini. Meskipun jaman sudah berubah, teknologi sudah sedemikian canggih, tetap saja radio eksis. Buktinya, di kota Jogja saja sampai saat ini ada lebih dari 20 stasiun radio. Di kota sekecil Pemalang saja ada sekitar 6-7 stasiun radio.

Buat saya sendiri, radio adalah satu-satunya sarana hiburan yang saya kenal sejak SD sampai menginjak bangku kuliah. Maklum, saya terlahir dalam keluarga yang hidup serba pas-pasan, jadi cuma bisa beli radio untuk rengeng-rengeng (ini bahasa Indonesia-nya apa ya?). Radio yang sangat akrab dengan keluarga saya adalah radio tripleks berbentuk kotak merek National. Ibu saya membeli radio tersebut ketika saya kelas 1 SMP, dan masih saya pakai sampai saya merantau ke Jogja.

Sayangnya, semenjak punya alat hiburan lebih canggih (televisi, VCD player, komputer, dan walkman), radio tersebut tidak lagi terurus. Setelah berulang kali pindah kos, radio kesayangan saya itu terabaikan dan entah hilang di mana. Kini, setiap kali konek internet dan mendengarkan radio online, saya selalu terbayang-bayang radio bersejarah itu. Sambil mengenang radio kesayangan saya yang sudah tidak ada, mari kita kilas balik perkembangan radio.


Radio Marconi, tahun 1895

Radio Marconi
Konon, inilah radio pertama yang dibuat pada tahun 1895. Pembuatnya adalah perusahaan milik Guglielmo Marconi, orang Amerika keturunan Italia yang memegang hak paten atas penemuan radio. Namanya saja produk pertama, tentu ada banyak kekurangan pada radio ini bila dibandingkan dengan radio jaman sekarang. Contoh, radio ini hanya mampu menjangkau sinyal radio dalam radius 1,5 kilometer saja, dan karena bodinya besar maka sudah pasti radio ini sangat berat.

Radio jaman Perang Dunia I

Radio jaman Perang Dunia I
Dari bentuknya yang amat sangat besar, bisa ditebak kalau radio ini sangat berat. Tidak bisa dibawa kemana-mana, dan jelas harganya juga selangit. Jadi, jangan heran kalau di tahun-tahun ini hanya para ningrat yang bisa punya radio. Jangan bayangkan stasiun radio yang ada di jaman ini sama seperti yang kita kenal pada masa sekarang. Siarannya lebih banyak diisi dengan lagu-lagu dan sandiwara radio.

Radio jaman Perang Dunia II

Radio jaman Perang Dunia II
Bentuknya sudah agak lebih kecil. Tapi tetap saja tampilannya tidak ada indah-indahnya sama sekali. Walaupun kelihatan kecil dan terbuat dari kayu, tapi radio antik bermerk Philips ini bobotnya 18 kg! Panjang 60 centi dan tinggi 55 centi, sebenarnya tak terlalu besar. Tapi mungkin komponen-komponen yang ada di dalamnya yang membuat radio ini teramat berat. Kini, radio seperti ini dihargai lebih dari 1,5 juta rupiah dalam keadaan rusak. Hmmm, kalau masih normal harganya berapa tuh?

Ini radio jaman kapan ya?

Radio jadul banget
Radio tripleks merk National

Radio tripleks merk National
Nah, ini dia radio yang mirip dengan radio kesayangan saya dulu. Bodinya dari tripleks, bentuknya kotak persegi, dengan satu speaker sedang, dan tabulasi frekuensi yang memenuhi 2/3 tampilan depan radio. Antenanya memanjang ke atas, tidak dapat ditekuk, tapi bisa ditekan memendek. Radio ini ditenagai oleh 4 batere ukuran besar dan hanya bisa menangkap gelombang MW & SW. Eit, jangan salah! Dengan radio jadul begini saya bisa dengar siaran Radio Singapore International (RSI), BBC London, Deutsche Welle (Jerman), Voice of America (VoA) berbahasa Indonesia yang disiarkan langsung dari Washington DC, radio Jepang, radio China, radio India, dan beberapa siaran radio internasional lain. Biar jadul tapi canggih kan?

Radio portabel jaman breakdance

Radio portabel jaman breakdance
Masih ingat jaman di mana breakdance begitu ngetop? Hehehe, saya masih sangat kecil waktu itu, jadi cuma tahu sedikit saja. Yang saya ingat, paman saya dulu punya radio tape seperti ini. Dulu biasa untuk nyetel lagu-lagunya Pance S. Pondaag, Tommy J. Pisa, Endang Esrtaurina, dan terkadang lagu-lagu konyol milik PMR-nya Johnny Iskandar. Kalau tidak salah, pesawat radio ini sudah bisa untuk menangkap siaran yang menggunakan frekuensi AM. Siaran dengan frekuensi FM belum begitu marak kala itu. Tenaganya sudah memakai listrik AC/DC, jadi tinggal colokkan saja kabelnya ke colokan listrik.

Radio mini, radio saku

Radio mini, radio saku
Memasuki tahun 2000-an, radio sudah semakin kecil. Orang bilang radio saku, tapi ada juga yang ukurannya bahkan jauh lebih kecil dari saku baju. Guglielmo Marconi dan Heinrich Rudolf Hertz semasa hidup mereka mungkin tidak pernah membayangkan kalau pesawat radio bakal berbentuk sekecil ini. Cukup dengan 2 buah baterai ukuran A2, malah ada yang cuma pakai baterai A1, radio ini sudah bisa didengarkan suaranya. Bisa untuk frekuensi AM, FM, SW, dan MW.

Radio internet jaman milenium
Kini, radio tak hanya bisa didengar dengan pesawat radio saja, tapi juga di internet melalui siaran online streaming. Hampir semua radio di kota-kota besar sudah bisa didengar secara live di internet. Contohnya Radio Retjobuntung atau Geronimo kalau di Jogja, atau Radio Garuda, radio berbahasa Jawa dari Suriname. Kalau mau lebih komplit, bisa dengan mengunjungi situs streamer yang punya lebih banyak pilihan radio untuk didengar. Beberapa situs radio streamer yang saya tahu:
- RadioStreamer.com
- RadioTime.com
- JogjaStreamers.com

Untuk pilihan lebih banyak lagi coba saja search di Google dengan kata kunci "radio streaming". Ada 48 juta hasil pencarian untuk kata kunci tersebut. Alangkah banyaknya...
[bungeko, dari berbagai sumber]

Itulah sekilas perkembangan radio yang saya tahu. Mungkin Bung-bung sekalian punya tambahan informasi? Monggo, saya sangat senang sekali jika ada tambahan dari Bung.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates